Menciptakan Desa Ramah Disabilitas

Menciptakan Desa yang Lebih Ramah Disabilitas

Apa yang dilakukan di Desa Birit, Klaten adalah upaya menginspirasi agar daerah lain turut memperhatikan kawan-kawan disabilitas.

Menciptakan Desa Ramah Disabilitas

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sangat serius memikirkan kelompok-kelompok rentan, seperti kalangan penyandang disabilitas.

Sejak 2014, provinsi tersebut telah memiliki peraturan daerah yang mengatur kelompok penyandang disabilitas. Perda Jateng Nomor 11/2014 tersebut kini membahas ulang dan menyempurnakannya.

Salah satu hal yang baru-baru ini diimplementasikan yaitu menciptakan desa yang ramah penyandang disabilitas. Awal September 2022, Desa Birit di Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten mencanangkan diri sebagai desa ramah disabilitas.

Pemprov memiliki andil di situ. Sebanyak 30 kaum difabel yang tergabung dalam Komunitas Satu Hati untuk memberikan perhatian khusus dari pemerintah desa setempat.

“Ini terwujud berkat pendampingan dari Balai Kesehatan Masyarakat Wilayah Klaten milik Pemprov Jateng,” ujar Kepala Desa Birit Sukadi Danang Witono.

Butuh Waktu Satu Tahun Untuk Menggagas Ide Desa Ramah Disabilitas

Butuh waktu setahun bagi Desa Birit menggagas ide desa ramah disabilitas. Dan, ide ini ternyata tak semata-mata slogan untuk menaikkan citra desa.

Sukadi sadar bahwa perlu dukungan dana dan konsistensi program. menyusun kebijakan-kebijakan yang berpihak pada kaum difabel. “Ketika saya menjadi kepala desa, saya tergugah untuk memikirkan ikut bergabung dengan teman disabilitas,” ujarnya.

Meski alokasi anggaran tak begitu besar, Sukadi mengatur anggaran kegiatan kaum difabel sebesar Rp15 juta per tahun. Pada 2022, anggaran tersebut justru menaikkannya menjadi Rp20 juta.

Apa saja yang Sukadi perbuat? Tentu saja, kegiatan-kegiatan yang bisa meningkatkan kemampuan kaum difabel, seperti pelatihan-pelatihan. Selama pandemi Covid-19 ini sempat terhenti dan tahun ini anggaran itu mengalokasikannya untuk peternakan ayam.

Kebijakan lain yang Sukadi lakukan juga terkait kesehatan, yaitu penyediaan poli kesehatan bagi kaum difabel. “Kalau mengurus administrasi kami jemput bola, kami yang datang ke rumahnya biar mudah,” kata Sukadi.

Sekadar sebagai gambaran utuh, pemprov sudah sering memberikan pelatihan-pelatihan bagi kaum difabel, melibatkan berbagai kalangan, seperti Baznas, program CSR perusahaan dan lain-lain.

Baznas, misalnya, membuka pelatihan keterampilan kerja di SMK Negeri Jateng dan kini telah memasuki tahun kedua, Salah satu pelatihannya mekanik sepeda motor.

Membantu Pelatihan Dan pembinaan Untuk Bisa Menjadi Wirausaha

siswa SMK ikut terlibat untuk membantu pelatihan, bahkan termasuk pelatihan tata boga. Mengapa pelatihan ini penting? Gubernur Jateng Ganjar Pranowo meyakini “mereka bisa menjadi wirausaha bila melatih dan membinanya secara optimal.”

Di sisi lain, kuota CPNS di Jateng juga terbuka untuk kaum difabel. Inilah bentuk komitmen Ganjar terhadap mereka yang berkebutuhan khusus, tak ada yang berbeda-beda.

Kembali ke Desa Birit tadi. Perhatian desa terhadap kaum difabel sangat terasa manfaatnya oleh Sudarmono, anggota Komunitas Satu Hati. Ia seperti menemukan kembali semangat hidup.

Selama lima tahun, Sudarmono hampir-hampir putus asa dan hanya ingin mengakhiri hidup. Ini lantaran ia kehilangan kedua tangannya karena sebuah kecelakaan pada 2012.

Asa itu tumbuh pelan-pelan ketika dia mulai bergabung ke komunitas. Terlebih, dari situ pulalah, ia bertemu dengan cintanya. “Ada wanita yang mau menerima saya, akhirnya saya semangat lagi,” ujarnya.

Sudarmono kini membuka usaha rempeyek bersama istrinya. Ia berkeliling kampung menjajakan dagangan dengan sepeda motor yang telah termodifikasi.

Lain Sudarmono, lain pula cerita Sinung. Perempuan berkursi roda ini justru bukan dari Desa Birit, tapi dia tertarik untuk bergabung dengan kawan-kawan senasib di desa itu.

“Di sini (saya) sering berkumpul. Rasanya senang karena bisa sharing. Dan, saya juga bertemu jodoh di sini,”  ujar Sinung.

Apa yang di Desa Birit lakukan bisa menjadi inspirasi untuk daerah lain. Itu pula yang menjadi impian Sukadi.

Saat ini di tingkat kabupaten/kota di Jateng juga sudah memiliki perda perlindungan penyandang disabilitas. Misal, dalam dua tahun terakhir, Pemkot Semarang dan Pemkab Pekalongan telah mengesahkan perda perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Harapannya dengan semua daerah memiliki dukungan hukum seperti itu, kelompok rentan disabilitas bisa semakin percaya diri untuk berkarier. Tidak ada lagi perbedaan-perbedaan. Ojo ngebanding-bandingke.

Artikel ini pernah dimuat di : Ganjarpranowo.com

Menciptakan Desa Ramah Disabilitas

FORBHIN; Desain website oleh Cahaya Hanjuang