Ketegasan Menolak Impor
Ketegasan Menolak Impor, Hingga Bawa Jawa Tengah Jadi Sentra Produksi Bawang Merah Nasional
Dulu para petani banyak yang menunda penjualan dan membiarkan hasil panennya disimpan di lumbung karena gempuran bawang impor.

Dulu Jawa Tengah sempat mengandalkan bawang merah impor. Nyaris kebutuhan warga dicukupi oleh hasil panen petani dari negeri seberang. Sementara petani lokal hanya bisa pasrah. Mereka banyak yang menunda penjualan dan membiarkan hasil panennya tersimpan di lumbung.
Maklum, saat itu kualitasnya lebih bagus dan harganya lebih rendah dari lokal. Namun kini nasib petani bawang merah perlahan-lahan sudah jauh lebih baik.
Sejak pertama dilantik menjadi gubernur, Ganjar Pranowo memang telah menunjukkan kepeduliannya pada petani.
Dia dengan tegas menolak impor bawang merah. Bahkan sejak masa kampanye Ganjar sudah menentukan sikap untuk mengandalkan bawang merah hasil pertanian Jawa Tengah.
“Inilah masalah petani bawang. Kalau ‘brambang’ saja tidak mampu menyediakan, negara mau jadi apa, bagaimana nasib petani kita,” katanya.
Berkat ketegasanya itu, para petani makin semangat meningkatkan produktivitas bawang merah. Tak hanya kualitas, namun juga kuantitas. Ganjar pun kembali memberi dukungan lewat kemudahan mengakses pupuk bersubsidi.
Hasil perjuangan Ganjar lambat laun mulai menunjukkan hasil. Pada 2021 kemarin, Jawa Tengah menyandang predikat sebagai sentra produksi bawang merah terbesar nasional.
Para petani di Jawa Tengah bisa memanen sebanyak 564.255 ton bawang merah. Angka itu membawa Jawa Tengah menyumbang lebih dari seperempat produksi bawang merah nasional pada 2021.
Bila mengkalkulasinya, produksi bawang merah di bawah kepemimpinan Gubernur Ganjar Pranowo saat itu setara dengan 28,15 persen dari total produksi nasional yang mencapai 2 juta ton.
Terus Beri Pendampingan
Kehadiran pemerintah senantiasa masyarakat nantikan, lebih-lebih jika dalam kondisi sulit. Dari sana, menuntut pemerintah kemudian melahirkan kebijakan yang solutif.
Begitu juga ketika petani bawang merah di Brebes menghadapi masalah, yakni menurunnya produktivitas. Ganjar nyatanya tidak abai. Ia langsung turun untuk mengetahui akar persoalan. Ia menyambangi para petani di Desa Krasak dan berdialog dengan mereka.
Apalagi penurunan produktivitas ini berdampak besar. Menyebabkan harga bawang merah di pasar melonjak tinggi, dan berkontribusi pada inflasi di Jawa Tengah.
Dari berdialog dengan petani itulah kemudian mengetahui bahwa anjloknya produktivitas terjadi karena salah satunya akibat kerusakan lahan pertanian, seperti berkurangnya unsur hara tanah menjadi keras. Di samping itu, faktor cuaca juga turut menyumbang munculnya persoalan ini.
Ganjar segera mengambil tindakan dan memerintahkan semua pihak terlibat mengatasi masalah itu. Termasuk yang meminta Dinas Pertanian Jateng untuk terus melakukan pendampingan.
“Kita harapkan nanti melibatkan kampus juga. Nanti generasi mudanya, Poktan, dan Gapoktan, kita siap untuk melatih mereka. Tujuannya agar bisa menggunakan tanah ini sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan, bisa padi, bawang merah,” jelasnya.
Ganjar juga mengingatkan petani untuk tidak berlebihan dalam menggunakan pupuk kimia dan pestisida. Ini tak lain agar kerusakan lahan bisa meminimalisirnya.
Salurkan Subsidi Bea Transportasi
Subsidi bea transportasi Ganjar Pranowo berikan saat produktivitas pertanian turun yang menyebabkan naiknya harga di pasar. Dengan penyaluran ini, selain meringankan beban distribusi petani, juga turut andil dalam menstabilkan harga bagi konsumen.
Memberikan bantuan tersebut melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Perusahaan Daerah Citra Mandiri Jawa Tengah.
Saat produksi bawang merah menurun, terus menggelontorkan bantuan. Nilai bantuannya Rp. 1500 untuk per kilogram bawang merah.
Ketua Gapoktan di Brebes, Wiyono mengapresiasi kebijakan itu. Ia menyadari, skema tersebut merupakan upaya pemerintah yang hadir saat harga pangan naik. Dengan demikian, beban harga tidak harus konsumen yang menanggung.
“Yang jelas untuk distribusi kan ada biayanya, misalnya dari Brebes ke Semarang. Di situlah pemerintah hadir, sehingga harga dari kami petani dan konsumen tidak njomplang, karena ongkos distribusinya, kami sudah terbantu,” ujar petani bawang asal Desa Krasak, Brebes tersebut.
Karena manfaatnya yang besar, Wiyono bahkan berharap, bisa memberikan bantuan subsidi ini tak hanya saat produksi menurun.
“Kami maunya berkelanjutan (program pemerintah). Baik saat harga komoditas murah maupun sedang mahal,” imbuhnya.
Artikel ini pernah muat di : Ganjarpranowo.com
Ketegasan Menolak Impor
FORBHIN; Desain website oleh Cahaya Hanjuang